SMA Islam Hasmi – Epilogue
Langit
berbinar penuh bintang gemerlap menyelimuti deretan pegunungan indah. Kota yang
aku cinta berada di lembah antara
gunung-gunung tersebut, setiap malam kota tersebut penuh lampu-lampu
berbagai warna, kami menyebutnya kota bintang atau disingkat menjadi kotbin. Udara dingin khas pegunungan tidak pernah
menghalangi niatku untuk memandangi kota tersebut setiap malam. Kota gemerlap
yang penuh impian bagi orang-orang seperti kami. Kerlap kerlipnya begitu indah
untuk dipandang, menenangkan hati, juga memberi semangat. Kami memiliki tempat
khusus untuk memandangi kota elok tersebut, tempat tinggi yang memberikan
pemandangan paling indah. Strategisnya tempat tersebut membuatnya dijuluki
kotbin, aku setuju dengan nama itu, tempat itulah yang paling nyaman untuk
menikmati gemerlap kota tersebut saat malam.
Ini adalah
sekolahku, sebuah boarding school. Yaa… walau aku sudah alumni, SMA Islam Hasmi
tetap menjadi tempat yang paling kurindu, terutama kotbinnya. Aku sangat
menyukai sekolah tersebut, baik dari pemandangannya yang memperlihatkan lekukan
gunung salak setiap hari hingga kota bintang yang tidak lain adalah Bogor.
Udara disana juga sangat segar, udara gunung yang dingin kadang berkabut, curah
hujannya yang cukup tinggi hingga airnya yang seperti es saat tiba musim
dingin. Desain sekolahku cukup minimalis, tidak terlalu besar, didominasi warna
monochrome atau warna muda dibeberapa sisi. Kelas dan asramanya bersih dan
rapih, dikelilingi taman manis dengan perabotannya yang juga terbilang
minimalis. Suasana yang sangat nyaman untuk belajar.
Kurikulum
yang aku terima disini sangat bagus menurutku, mereka menyeimbangkan antara
dunia dan akhirat dengan baik. Pelajaran diknas seperti mapel UN ( Matematika, Biologi, Fisika,
Kimia, Bahasa, English) hingga pelajaran umum lain ( seni, olahraga, pkn, komputer,
bahasa daerah, tata boga, tata busana, dan lainnya), mungkin kekurangan
sekolah ini hanyalah ia hanya membuka jalur IPA dan tidak ada IPSnya. Semua
berpadu dengan pelajaran mahad (
Aqidah, Fiqih, Akhlaq, Quran, Hadits, Sirah
{sejarah islam}, Nahwu dan saraf {tata bahasa arab lah intinya ._.}, muhawarah
{ini bahasa arab yang lebih ke percakapan harian }) Namun kurikulum
mahad lebih dari itu, terdapat tahfidz dan didukung oleh pelajaran asrama.
Tahfidz merupakan pelajaran terberat menurutku, ia merupakan tanggung jawab
dunia akhirat :v selain
itu jamnya sangat banyak, yaitu setiap hari pagi (setelah subuh) dan sore (setelah magrib), sabtu pagi ujian
mingguan dan ahad libur. Pelajaran asrama dimulai setelah isya, pelajarannya
digilir mulai dari bina daiyah (tata cara berdakwah), hafalan doa, hafalan
asmaul husna, hafalan nama2 surat, hafalan hadits (kalo hadits dikelas dibahas detail, misal 1 hadits
asalnya kenapa, jalur perawi, yang serupa yg mana aja. Kalo asrama 1 tema
beberapa hadits dan tergolong pendek), namun yang paling kusuka adalah stadium
general yang ada setiap sabtu, ia akan membahas isu2 terkini islam, dan
muhawarah/? Eh lupa namanya apa wkwk intinya dia semacam pensi, disana kami
dituntut untuk membuat acara kreatif yang didalamnya terdapat pidato 3 bahasa.
Tembok
tinggi mengelilingi sekolah kami untuk mendukung kurikulum tersebut, tembok
tinggi yang mengisolasi kami dari dunia luar, mengikat kami dengan beragam
peraturan didalamnya, tak jarang kami
menyebut tempat ini penjara suci. Bagai burung dari dalam sangkar, aku merasa
dunia luar begitu indah, namun ku hanya bisa bersiul di dalam. Kota bintang
adalah tempat yang sangat indah, menyuguhkan apa itu kebebasan. Dahulu aku
pernah sangat membenci tembok tinggi yang mengisolasi kami semua. Asrama khusus
putri ini mewajibkan kami menggunakan kerudung syari panjang(minimal
sepinggang), dengan warna dominan gelap dan polos, serta baju panjang dan rok!
Padahal semua pegawai disini akhwat
(perempuan – arab) ! bahkan selalu ada pemberitahuan dengan speaker kalau
ikhwan (laki-laki – arab) akan memasuki
kawasan ini! Aneh, bantinku. Keluar dari
tembok ini sangat susah, perlu izin berlapis, dan hanya diizinkan apabila
keluarga datang, sangat terisolasi. Semenjak masuk sekolah ini aku merasa ruang
gerakku terbatasi, untuk ikut lomba, kegiatan, dan organisasi diluar sekolah.
Kekesalanku memuncak ketika mendengar banyak teman dekatku yang mengikuti OSN
(Olimpiade Sains Nasional) sedangkan aku tak bisa, terkurung dibalik tembok
sebuah sekolah yang baru sehingga susah mengikuti lomba apapun. Kotbin
merupakan tempat pelarian yang kusuka, gemerlapnya menenangkan dan memberi
semangat.
Aku
melangkahkan kaki kecilkuku melewati tembok tinggi menyebalkan itu, aku lulus
dan tinggal di kota gemerlap itu, Bogor. Sekarang aku adalah mahasiswi semester
empat di Institut Pertanian Bogor dan menekuni bidang Perikanan dan Kelautan
tepatnya pada Teknologi Hasil Perairan. Selain itu aku juga aktif beberapa di
organisasi mahasiswa, mungkin hal ini adalah salah satu pelampiasan kemarahan
setelah tiga tahun berada di penjara suci tersebut. Aku sekarang bergabung
dengan BEM FPIK bagian komunikasi dan informasi, Reporter sekaligus penanggung
jawab rubrik di Lembaga Pres Mahasiswa (LPM) yaitu Koran kampus (Korpus),
bergabung juga di beberapa komunitas seperti mentoring kampus, komunitas
jejepangan (INARI), komunitas penghafal Al-Quran (BQ) dan komunitas gambar
(Rain Strip Bogor). Walau di komunitas
sudah tidak seaktif semester sebelumnya karna pada semester tiga ini tergolong
padat baik kegiatan akademik maupun non akademiknya. Aku juga senang mengikuti
kepanitiaan dari yang sederhana hingga acara besar seperti IBF dan MPKMB.
Selain itu aku juga mengajar di salah satu bimbel PPKU, yaitu Emas Private
Institute.
Pendidikan
terakhir yang kau dapat akan menentukan masa depanmu, lebih tepatnya dimana kau
bersekolah akan menentukan masa depanmu. Hal tersebut terus dikecamkan padaku
oleh keluarga besarku, banyak dari mereka yang kurang setuju aku boarding atau
pesantren, tak ada alumni pesantren di keluargaku, terlebih sekolah yang aku
pilih masih berumur muda, aku masuk di angkatan ke empat tahun 2013an, mereka
khawatir aku tidak mendapatkan universitas yang ‘baik’ saat lulus. Hal tersebut
bisa menjadi benar maupun salah , pada angkatanku yang berjumlah sekitar 30
orang dengan presentasi 30% melanjutkan di ptn, 30% melanjutkan di pts, 20%
melanjutkan di mahad, 10% kursus dan bekerja, 10% menikah (masih kuliah dan
kerja juga sih).
Setelah
lulus aku mengambil les untuk mempersiapkan sbmptn, untuk masuk ptn jalur
tulis. Ketika les tersebut aku baru merasakan sebuah kehidupan ‘luar dinding’
yang mungkin dulu sangat aku inginkan wkwk. Ada beberapa pelajaran yang
menurutku kurang atau tidak diajarkan di hasmi. Aku juga sempat di anggap cukup
‘freak’ dengan kondisi tidak memiliki teman (karna boarding asal daerah kami beragam, saat les jadi
pencar2 gitu daerahnya) dan tidak memiliki hp (boarding buat apa punya hp, ga bole dibawa, jarang
pulang wkwk terus duidnya lebih kupilih beli hard disk :v) Cara
berpakaianku juga sempet dibilang ‘freak’ entah mengapa aku ngerasa kalo lewat
diliatin aneh gitu wkwk well.. mungkin di lingkungan itu pake gamis dengan
kerudung panjang dan warna gelap emng jarang, lingkungan yang kumasuki
cenderung normal dan banyak yang sudah bermake up ._. Ketika mereka
membicarakan artis atau film di televisi aku tak bisa bergabung karna di
sekolah musik sangat dilarang, jarang dari kami yang mendengarkannya, tembok
itu mengisolasi kamu dari ke-update-an dunia luar. Aku sendiri juga jarang
masuk les karna harus beberapa hari kembali ke hasmi untuk ujian mahad dan
tahfidz. Sejujurnya aku cukup tertekan dengan lingkungan tersebut, untungnya
saya orang yang cukup cuek wkwk dan saat kembali ke hasmi, sangat tenang :” aku
sadar kehidupan luar dinding tidak seindah yang kubayangkan.
Allah
selalu mengetahui apa yang terbaik untuk hambanya, itu adalah perasaan yang
sangat kurasa setelah masuk ke IPB. Banyak pelajaran di hasmi yang awalnya ku
anggap remeh kini sangat berguna. Pelajaran agama yang kuat adalah yang sangat
terasa, banyak orang yang bertanya tentang agama padaku, mulai dari hal sepele
hingga yang berat, rasanya sangat menyenangkan bisa menjadi agen dakwah.
Melihat orang lain hijrah menjadi lebih baik, itu adalah sebuah invertasi
akhirat kan?. Perempuan yang tidak
berkerudung menjadi berkerudung, yang berkerudung semakin panjang,
menyenangkan.
Dalam
angkatanku sekitar 75% masih aktif bedakwah dan menjadi bagian rohis ataupun
organisasi masjid lainnya. Hafalan Al-Quran dalam angkatanku beragam, berkisar
antara 3 juz sampai 20 juz. Dalam hal berpakaian 70% masih menggunakan kerudung
panjang walau 50%nya sudah tidak berwarna dominan gelap seperti saat dihasmi.
10% menggunakan pakaian syar’I dan bercadar. Hanya 20% yang menggunakan celana
atau berpakaian ‘gaul’. Menurutku ini merupakan keberhasilan hasmi dalam
mencetak lulusan di bidang keagamaannya. Bidang akademiknya tidak kalah,
apabila ptn menjadi standarnya, lulusan hasmi sudah tersebar di ui, ipb, upi,
upn, ub, unsoed, undip (kalo
ga kesebut maap) bahkan di lipia dan ada juga yang sekarang bersekolah
di luar negri. Untuk saya sendiri IP terakhir 3.5 dengan nilai rata2 permatkul
AB, matkul saya tergolong berat dengan banyak praktikum dan laporan (smt 3 itu ada 7 matkul 6
praktikum :v) jadwal masuk jam 8 pulang jam 4 (ada jam 6 malah) dan
malam diisi kegiatan organisasi hingga jam 10an. Hal paling ektrim menurutku
adalah aku bisa gabung di tempat ngajar yang anak2nya tuh ip 4 uda biasa :”
kata orang itu tempat les elit, dan aku baru tau pas uda keterima dengan 3x
tahap seleksi wkwk. Tak hanya aku, beberapa anak di angkatanku sekarang juga
menjadi guru baik reguler maupun hanya sampingan seperti saya. Menurutku itu
salah satu bukti lulusan hasmi dapat bersaing dibidang akademik.
Namun,
pelajaran terhebat yang pernah kudapat di hasmi adalah bagaimana cara
bersosialisasi. Hidup bersama dengan banyak orang dari lingkungan berbeda
mengajariku apa itu toleransi. Asrama disana berbentuk seperti ‘barak’ yaitu
satu ruangan besar dengan banyak kasur bejejer. Dahulu kamar kami hanya terdiri
6 orang setiap kamar dengan sekat dari lemari dan triplek, namun semakin
dekatnya kami semua menimbulkan pemikiran apabila tanpa sekat pasti lebih asik,
sehingga kamar kami dirombak dan menjadi sebuah barak. Biasa berada ditempat
dengan banyak orang berbeda sangat mengajariku bagaimana menghadapi beragam
tipe orang, walaupun aku tergolong anak yang introfert (40% doang sih wkwk).
Hidup bersama disana juga mengajariku untuk lebih peduli dengan sekitar, bagaimana
hidup bertetangga (walau Cuma tetangga kasur atas dan bawah), menanyakan kabar
(sudah makan atau belum, bahkan rela mengambilkan walau asrama kalo ngambil
makan harus ngantri), saling menjaga ketika sakit, saling membantu memahami
pelajaran (ngafal bareng, ngerjain pr bareng, bahkan dulu kami bikin les2an
menjelang un), saling membangunkan tahajut, mengajak kebaikan (puasa sunah,
sholat berjamaah dll), mengingati bila salah, kekeluargaan disana sangat hebat
bagiku.
Kekeluargaan
disana tidak hanya antar siswa melainkan keseluruh warga disana. Sebagai guru
les aku merasakan menjadi seorang ‘pengajar’ yang memiliki tanggung jawab agar
murid paham dengan materi dan merasa cemas juga dengan nilainya. Namun, guru di
hasmi adalah seorang pendidik yang bertenggung jawab terhadap pelajaran dan
akhlaq muridnya. Guru tahfidzku selalu menegur kami apabila menghafal dengan
asal2an dan mengingatkan Al-Quran dihafal bukan untuk nilai melainkan pedoman
hidup yang akan menerangi hidup hingga ke akhirat. Guru-guru sekolah selalu
menegur kami kalau kerudung kami memendek atau berdadan berlebihan, lalu
mengingatkan apa arti sesungguhnya aurat yang harus kami jaga. Guru kami juga
selalu menanyakan kabar teman-teman kami dan mengajak kami untuk tetap saling
mengingatkan bahkan hingga sekarang, walaupun kami sudah lulus. Kakak
pembimbing dan penjaga uks maupun askar (sejenis pos satpam maybe) sudah kami
anggap seperti kakak tempat kami berbagi keluh kesah. Ibu kantin, Ibu dapur,
Ibu kebersihan sudah kami anggap ibu sendiri yang mengurus keperluan kami. Ibu
dapur terutama, mereka sangat berarti bagiku, karna tanpa mereka tak akan ada
makanan enak wkwk. Mereka sering menanyakan adakah teman kami yang belum makan,
bahkan menambah porsi makan kami pada keadaan tertentu wks :v
Hasmi mungkin
sudah berubah, itu yang aku pikirkan saat terakhir kali berkunjung kesana,
mungkin sekitar seminggu dari ditulisnya postingan ini. Bagiku sekolahku
semakin elit. Lapangan dan jalanannya semakin bagus, kantinnya semakin lengkap,
beberapa struktur berubah. Tapi, masih ada hal yang tidak berubah dimataku,
tembok besarnya yang tetap berdiri kokoh, orang-orang berkerudung panjang yang
berlalu lalang dengan anggun, dan pemandangan kota bintang yang memanjakan
mata.
- - -
Postingan
ini saya tulis untuk mengobati rindu saya pada tempat tersebut. Ketika aku
berkunjung kesana dan saling menanyakan kabar membuatku berfikir ‘apakah di
surga nanti mereka akan menanyakanku bila aku tidak ada disana?’.
Kerinduan dengan tempat ini sangat susah
diobati, rasanya ingin kembali memutar waktu agar kami bisa kembali bersama,
kembali diwaktu kami menghafal Al-Quran bersama, rasanya ingin terus
dikumpulkan dengan orang sholehah seperti mereka. Bagi anak ‘nakal’ seperti
saya, tempat itu adalah salah satu alasan saya untuk berubah. Saya
merekomendasikan tempat ini untuk menuntut ilmu, untuk menghabiskan waktu
mudamu. Bila anda ingin mengetahui sekolah ini lebih lanjut bisa membaca
postingan saya sebelumnya, mengunjungi website hasmi, atau bertanya langsung
kepada saya lewat sosial media dengan username anichan21 (line dan ig) atau
email ke annisalatifac@gmail.com
Comments
Post a Comment